prediksieuro2024 – Pengakuan Paul Pogba Terakhir di Manchester United. Paul Pogba, salah satu pemain sepak bola paling berbakat di generasinya, baru-baru ini membuat pengakuan yang mengejutkan tentang pengalaman pribadinya di Manchester United. Meski namanya sering dikaitkan dengan momen-momen besar di klub, seperti comeback epik melawan Manchester City atau trofi Liga Europa pada tahun 2017, ternyata ada sisi lain dari perjalanan Pogba di Manchester United yang selama ini jarang diungkap ke publik. Dalam wawancara eksklusif, mengakui bahwa beberapa tahun terakhirnya di Old Trafford jauh dari kata nyaman.
Paul Pogba Terakhir di Manchester United
Ketika Paul Pogba kembali ke Manchester United pada 2016, setelah periode yang sukses di Juventus, banyak harapan besar yang disematkan pada pundaknya. Dibeli dengan harga transfer sekitar 89 juta poundsterling, Pogba menjadi pemain termahal di dunia saat itu. Semua orang mengharapkan dia akan menjadi pengubah permainan yang membawa United kembali ke puncak kejayaan.
Pada awal kedatangannya, Pogba tampak bahagia. Ia bermain di bawah asuhan manajer Jose Mourinho, yang terkenal sebagai pelatih yang bisa memaksimalkan potensi pemain bintang. Hubungan Pogba dengan para suporter juga sangat positif. Sebagai produk akademi Manchester United, merasa seperti pulang ke rumah dan siap membuktikan bahwa ia layak mendapatkan status superstar.
Namun, setelah beberapa musim berjalan, mulai muncul tanda-tanda ketidaknyamanan Pogba di klub. Penampilannya yang tidak konsisten di lapangan, ditambah dengan beberapa cedera, membuatnya sulit menemukan ritme yang stabil. Di luar lapangan, berbagai rumor tentang ketegangan antara dirinya dan manajer juga terus berhembus.
Ketegangan dengan Mourinho: Titik Awal Ketidaknyamanan
Salah satu periode paling sulit yang dihadapi Pogba di Manchester United adalah saat ia berada di bawah kepelatihan Jose Mourinho. Pada awalnya, hubungan mereka tampak baik-baik saja. Namun, setelah kekalahan beruntun dan performa tim yang tak kunjung stabil, ketegangan mulai muncul di antara keduanya.
Mourinho dikenal sebagai manajer yang tegas dan tidak segan-segan mengkritik pemain di depan umum jika performanya tidak memuaskan. Pogba, di sisi lain, adalah tipe pemain yang lebih membutuhkan kepercayaan diri dan dukungan untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Keduanya sering berbeda pandangan soal strategi dan peran Pogba di lapangan.
Salah satu momen yang paling mencolok adalah ketika Mourinho secara publik mencabut jabatan wakil kapten dari Pogba pada 2018, setelah sebelumnya memberikan kepercayaan itu kepadanya. Keputusan ini menjadi sinyal bahwa hubungan antara mereka sudah berada di titik yang sulit diperbaiki. Bahkan, sering terlihat duduk di bangku cadangan, sebuah keputusan yang membuat banyak penggemar bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi di balik layar.
Era Solskjaer: Angin Segar yang Tak Bertahan Lama
Setelah kepergian Mourinho pada akhir 2018, Ole Gunnar Solskjaer mengambil alih posisi manajer dengan tugas membawa kembali kebahagiaan dan harmoni di ruang ganti Manchester United. Pada awal era Solskjaer, Pogba terlihat kembali menikmati sepak bola. Ia bermain lebih bebas, mencetak gol-gol penting, dan membantu tim meraih kemenangan besar.
Namun, meskipun awal yang menjanjikan, situasi di klub tidak sepenuhnya membaik. Cedera yang sering menghantamnya membuatnya sering absen dalam jangka waktu panjang. Di sisi lain, ketidakpastian tentang masa depannya di Manchester United terus menjadi bahan spekulasi. Agen Pogba, Mino Raiola, sering kali membuat pernyataan kontroversial yang memperburuk situasi. Di beberapa kesempatan, Raiola bahkan secara terbuka menyatakan bahwa Pogba ingin meninggalkan Manchester United.
Kritik dan Tekanan Publik
Selain masalah internal di klub, Pogba juga harus menghadapi tekanan besar dari media dan penggemar. Sebagai pemain dengan label harga yang sangat tinggi, setiap kesalahannya di lapangan selalu menjadi sorotan. Media Inggris seringkali mengkritik performanya yang dianggap tidak sesuai dengan ekspektasi. Pogba juga sering dibanding-bandingkan dengan pemain lain yang tampil lebih konsisten di posisi yang sama, seperti Kevin De Bruyne di Manchester City.
Tekanan ini semakin mempengaruhi kondisi mental Pogba. Dalam beberapa wawancara, mengakui bahwa kritik yang terus-menerus bisa membuatnya merasa tertekan dan kesulitan menemukan kebahagiaan dalam bermain sepak bola. Ia bahkan pernah menyatakan bahwa bermain untuk tim nasional Prancis memberinya kebahagiaan lebih besar karena tidak ada tekanan sebesar di Manchester United.
Pengakuan Terbaru: Akhir yang Pahit di Old Trafford
Dalam wawancara terbarunya, akhirnya mengungkapkan bahwa beberapa tahun terakhir di Manchester United sebenarnya sudah sangat tidak nyaman baginya. Ia merasa tidak lagi dicintai oleh klub dan para penggemar seperti dulu. “Saya merasa seperti bukan bagian dari klub lagi,” ujarnya. Pogba juga mengatakan bahwa ada banyak momen di mana ia merasa kehilangan arah di lapangan dan sulit memahami apa yang sebenarnya diinginkan manajer darinya.
Keputusannya untuk meninggalkan Manchester United pada 2022 menjadi titik akhir dari perjalanan yang penuh dengan liku-liku. Pogba kembali ke Juventus dengan harapan menemukan kembali kebahagiaannya bermain sepak bola, di tempat di mana ia pernah merasakan kesuksesan besar.
Refleksi Karier Pogba di Manchester United
Meskipun perjalanan Pogba di Manchester United tidak berjalan sesuai harapan banyak orang, sulit untuk menyangkal bahwa ia adalah salah satu pemain paling berbakat yang pernah mengenakan seragam merah legendaris itu. Ia memberikan beberapa momen yang tak terlupakan, seperti gol-gol spektakuler dan assist yang brilian. Namun, kombinasi dari ketegangan internal, cedera, dan tekanan eksternal akhirnya membuat tidak bisa sepenuhnya mengekspresikan potensinya di klub.