prediksieuro2024 – Pep Guardiola Bikin Striker Murni Sulit Dapat Pekerjaan. Pep Guardiola, manajer Manchester City yang terkenal dengan pemikiran taktisnya yang revolusioner, telah mengubah cara dunia sepak bola memandang peran penyerang murni. Di bawah kepemimpinan Guardiola, konsep striker tradisional atau striker murni mulai terkikis, dan taktik yang lebih cair serta fleksibel menjadi kunci keberhasilan tim-tim yang ia kelola.
Guardiola tidak hanya meraih kesuksesan besar di Barcelona, Bayern Munich, dan Manchester City, tetapi juga mempengaruhi banyak pelatih di seluruh dunia dengan filosofinya yang unik. Salah satu dampak terbesarnya adalah pada peran striker murni, yang kini semakin sulit mendapatkan tempat di tim modern.
Artikel ini akan membahas bagaimana filosofi sepak bola Guardiola, yang sering kali tidak menggunakan striker murni, telah mengubah wajah sepak bola modern, serta dampaknya pada para pemain yang berposisi sebagai penyerang tradisional. Mari kita telusuri bagaimana revolusi taktik Guardiola membuat striker murni semakin sulit mendapatkan pekerjaan.
Pep Guardiola Bikin Striker Murni
Untuk memahami mengapa peran striker murni semakin tergerus dalam sepak bola modern, kita harus melihat bagaimana Pep Guardiola membangun taktiknya. Filosofi Guardiola selalu berpusat pada penguasaan bola, pergerakan yang cair, dan dominasi posisi. Gaya permainan ini pertama kali terkenal di Barcelona, di mana ia menerapkan tiki-taka, sebuah pendekatan yang menekankan operan cepat, rotasi pemain, dan penguasaan bola di setiap lini.
Di Barcelona, tidak hanya menciptakan tim yang mendominasi permainan, tetapi juga merevolusi penggunaan posisi striker. Salah satu contoh paling jelas adalah ketika ia mengubah Lionel Messi, yang sebelumnya adalah pemain sayap kanan, menjadi false nine — peran di mana seorang pemain menyerang beroperasi dari posisi penyerang tengah, tetapi sering kali mundur ke lini tengah untuk menarik bek lawan dan menciptakan ruang bagi pemain sayap atau gelandang serang.
Dengan skema ini, Barcelona tidak lagi bergantung pada striker murni yang menunggu bola di dalam kotak penalti untuk mencetak gol. Sebaliknya, penyerang memiliki peran lebih fleksibel, dan serangan bisa datang dari berbagai posisi di lapangan. Pendekatan ini terbukti sangat sukses dan menginspirasi banyak pelatih untuk mengikuti jejak Guardiola.
Striker Murni: Apa Perannya?
Sebelum era Guardiola, striker murni merupakan salah satu posisi paling vital dalam sepak bola. Striker murni adalah pemain yang berada di garis terdepan dalam serangan, yang tugas utamanya adalah mencetak gol. Pemain-pemain seperti Filippo Inzaghi, Ruud van Nistelrooy, Alan Shearer, dan Ronaldo Nazario adalah contoh dari striker murni yang sangat mematikan di depan gawang.
Striker murni memiliki ciri khas berupa kecepatan, kekuatan fisik, serta kemampuan penyelesaian akhir yang klinis. Mereka tidak selalu terlibat dalam proses permainan yang lebih dalam, tetapi selalu berada di posisi yang tepat untuk menyelesaikan peluang. Mereka jarang meninggalkan area penalti dan lebih sering menunggu operan untuk kemudian mengeksekusi peluang dengan efisien.
Namun, dengan perkembangan taktik modern, peran ini mulai berubah. Banyak pelatih, terutama yang terinspirasi oleh Guardiola, kini lebih memilih pemain menyerang yang bisa beroperasi di berbagai posisi, tidak hanya sebagai target man di kotak penalti.
Dampak Filosofi Guardiola Terhadap Striker Murni
Salah satu dampak terbesar dari filosofi Pep Guardiola terhadap peran striker murni terjadi di Manchester City. Ketika pertama kali tiba di Etihad Stadium pada 2016, ia memiliki Sergio Agüero, salah satu striker murni terbaik di dunia saat itu. Meskipun Agüero adalah pencetak gol ulung, mengubah peran dan gaya bermainnya agar lebih terlibat dalam penguasaan bola dan pressing tinggi, sesuatu yang tidak terlalu menjadi fokus bagi striker murni sebelumnya.
Meskipun Agüero beradaptasi dengan baik dan tetap menjadi salah satu penyerang paling produktif di Premier League, secara bertahap menunjukkan preferensinya untuk bermain tanpa striker murni. Di beberapa musim, terutama ketika Agüero mengalami cedera, sering menggunakan skema tanpa striker sama sekali, mengandalkan pemain seperti Kevin De Bruyne, Raheem Sterling, dan Bernardo Silva untuk bergantian memainkan peran false nine.
Guardiola juga menunjukkan fleksibilitas dalam skema permainannya di Bayern Munich, di mana ia memiliki Robert Lewandowski, salah satu striker murni terbaik dalam sejarah sepak bola. Namun, bahkan dengan Lewandowski, Guardiola tidak selalu bermain dengan striker murni. Ia kerap kali meminta Lewandowski untuk lebih terlibat dalam permainan kolektif, menekan lawan di lini depan, serta menarik bek untuk menciptakan ruang bagi pemain sayap dan gelandang serang.
Kasus Erling Haaland: Striker Murni dalam Sistem Guardiola
Salah satu contoh terbaru tentang bagaimana Guardiola memadukan peran striker murni dalam sistemnya adalah Erling Haaland. Ketika Haaland bergabung dengan Manchester City pada musim panas 2022, banyak yang bertanya-tanya apakah striker murni seperti Haaland bisa cocok dalam sistem Guardiola yang terkenal cair dan fleksibel. Haaland, yang memiliki fisik kuat dan naluri mencetak gol tinggi, adalah contoh striker murni modern yang sebelumnya jarang dimiliki oleh tim Guardiola.
Namun, Guardiola menunjukkan kemampuannya untuk beradaptasi dengan pemain yang berbeda, sambil tetap mempertahankan filosofi dasarnya. Dengan Haaland, City kembali memiliki striker yang fokus pada mencetak gol, tetapi Guardiola tetap memodifikasi gaya bermain tim untuk memaksimalkan potensi Haaland. Pada musim debutnya, Haaland tampil fenomenal dengan mencetak banyak gol dan memecahkan rekor Premier League, menunjukkan bahwa meskipun Guardiola sering menghindari striker murni, ia bisa beradaptasi dengan baik ketika memiliki talenta yang luar biasa.
Meski demikian, keberhasilan Haaland di bawah Guardiola adalah pengecualian yang menggarisbawahi betapa sedikitnya peran striker murni dalam taktik modern. Haaland mungkin sukses, tetapi mayoritas tim Guardiola — baik di City, Barcelona, maupun Bayern — lebih mengandalkan pergerakan cair dan kolektivitas daripada seorang target man tradisional.